Senin, 30 Januari 2012

Tugas Sosiologi SMA kelas X smt 2

DINAS KEHUTANAN

BAB I
PENDAHULUAN

Hutan tropis, secara biologis, merupakan ekosistem terkaya di bumi dan berperan penting dalam hidrologi regional, penyimpanan karbon, dan iklim global. Namun perusakan hutan tropis dengan cepat terus berlanjut, dengan sekitar 13 juta hektar hutan dihabisi setiap tahunnya . Walau angka ini tidak berubah secara mencolok di dekade-dekade terakhir ini, dasar dari penggerak penggundulan hutan sedang bergeser dari kebanyakan penggundulan hutan yang digerakkan oleh kebutuhan hidup di tahun 1960 sampai 1980, ke lebih banyak penggundulan hutan yang digerakkan oleh industri akhir-akhir ini.
Dari tahun 1960an sampai 1980an, penggundulan hutan tropis ditiupkan secara luas oleh kebijakan-kebijakan pemerintah untuk pengembangan pedesaan, yang mencakup peminjaman untuk pertanian, pajak insentif, dan konstruksi jalanan, bersamaan dengan pertumbuhan populasi yang cepat di banyak negara berkembang. Inisiatif-inisiatif ini, terutama terlihat di negara-negara seperti Brazil dan Indonesia, mendorong munculnya gelombang arus yang dramatis para penduduk ke daerah perbatasan dan sering kali menyebabkan kerusakan hutan secara cepat. Dugaan bahwa para petani skala kecil dan peladang yang berpindah-pindah bertanggungjawab pada hilangnya hutan kebanyakan mengarah pada sebuah pendekatan konservasi seperti Integrated Conservation and Development Projects (ICDP), yang berusaha menghubungkan konservasi alam dengan pembangunan desa yang berkelanjutan. Bagaimanapun juga, sekarang ini banyak yang percaya bahwa ICDP telah sering gagal akibat kelemahan pada perencanaan dan implementasi, dan karena masyarakat lokal biasa menggunakan dana ICDP untuk meningkatkan pendapatan mereka, bukan untuk mengganti keuntungan yang telah mereka dapatkan dari mengeksploitasi alam.
Baru-baru ini, pengaruh kuat langsung dari masyarakat pedesaan pada hutan tropis tampaknya telah stabil dan bahkan telah berkurang di beberapa wilayah. Walau banyak negara tropis masih memiliki pertumbuhan populasi yang tinggi, tren urbanisasi yang kuat di negara berkembang (kecuali di Sub-Saharan Afrika) menunjukkan bahwa populasi di pedasaan tumbuh dengan lebih lambat, dan di beberapa negara mulai menurun. Popularitas program perpindahan penduduk ke perbatasan skala besar telah pula menyusut di beberapa negara. Jika tren seperti itu berlanjut, mereka mungkin meringankan tekanan pada hutan dari kegiatan pertanian skala kecil, berburu, dan mengumpulkan kayu bakar.
Pada saat yang bersamaan, pasar finansial yang telah terglobalisasi dan tingginya komoditas dunia menciptakan sebuah lingkungan yang amat menarik bagi sektor swasta. Sebagai hasil, industri penebangan kayu, penambangan, pengembangan minyak dan gas, dan terutama pertanian skala besar semakin muncul sebagai penyebab dominan dari kerusakan hutan tropis. Di Amazonia Brazil, contohnya, pertanian skala besar telah meledak, dengan jumlah hewan ternak yang meningkat lebih dari 3 kali lipat (dari 22 ke 74 juta kepala) sejak 1990, sementara industry penebangan kayu dan pertanian kedelai juga telah tumbuh dengan dramatis. Gelombang permintaan akan padi-padian dan minyak yang dapat dikonsumsi, didorong oleh kebutuhan dunia akan biofuel dan kenaikan standar hidup di negara-negara berkembang, membantu memacu tren ini.
Walaupun kita dan yang lain khawatir dengan bangkitnya penggundulan hutan skala industri, kami berpendapat bahwa itu juga merupakan tanda munculnya kesempatan untuk perlindungan dan manajemen hutan. Daripada berusaha mempengaruhi ratusan juta penduduk hutan di daerah tropis merupakan sebuah tantangan yang mengecilkan hati, paling baik adalah pendukung pelestarian sekarang bisa memfokuskan perhatian mereka pada jumlah korporasi pengeksploitasi sumber yang jauh lebih kecil. Banyak dari mereka adalah perusahaan multinasional atau perusahaan domestik yang mencari akses ke pasar internasional, yang mendorong mereka untuk menunjukkan beberapa sensitifitas terhadap masalah-masalah lingkungan yang tumbuh kepada konsumen global dan pemegang saham. Pada saat, korporasi seperti itu menjadi cukup lemah untuk diserang citra publiknya.